Syi’ah Imamiyah Tertuduh Mengkafirkan Sahabat


Perbedaan antara Sunnah dan Syi’ah dalam menginterpretasikan pribadi dan kejujuran sahabat merupakan masalah yang cukup sensitif. Terjadi pelbagai perbedaan dalam memberikan definisi atau kriteria riwayat-riwayat hidup mereka. Akan tetapi ada satu hal yang harus hati-hati, yaitu menuduh Syi’ah Imamiyah mengafirkan sahabat. Lalu hal itu kita jadikan hukum untuk mengatakan bahwa mereka zindiq dan darah mereka boleh ditumpahkan.

Sebagian ulama Ahlus-Sunnah berpendapat, “barangsiapa yang mencela sahabat berarti juga mencela Rasulullah, dan jika ada orang menggugat seorang sahabat maka ketahuilah bahwa ia adalah seorang zindiq”. Para ulama Ahlus-Sunnah menganggap bahwa menggunakan kebebasan berpikir dalam menilai sahabat adalah sama dengan mencela mereka.

Marilah kita lihat persoalan ini dengan cermat, mengingat menuduh Syi’ah Imamiyah sebagai umat yang mengafirkan para sahabat adalah urusan yang besar dan tak bisa diremehkan begitu saja. Hal seperti ini juga dijadikan salah satu senjata yang digunakan untuk menyerang Ahlul Bait dan menghalangi mazhab Ahlul Bait sampai saat ini.

Ini tak bermaksud untuk mencegah mereka mengungkapkan kesalahan-kesalahan mazhab Syi’ah Imamiyah yang mereka ketahui, akan tetapi dalam mengungkapkannya jangan berbohong, berdusta dan mengada-ada; dengan catatan mereka mau membersihkan diri dari kefanatikan dan mem-bebaskan diri dari sikap tunduk kepada kekuasaan-kekuasaan tertentu yang anti Islam serta demi hawa nafsu duniawi semata-mata.

Kita menginginkan agar mereka berterus-terang kepada Syi’ah dengan bahasa ilmu pengetahuan dan logika yang sehat terhadap masalah-masalah yang telah menyebabkan mereka berbuat zalim terhadap Syi’ah Imamiyah. Dan kita harap mereka menghitung-hitung dan menilai diri sendiri sebelum menyongsong hari perhitungan (yauwm al-hisab). Yang paling penting, kita mengharapkan agar setiap pengkaji cermat dalam mengadakan penelitian dan penganalisaan kebenaran setiap persoalan sebelum menentukan suatu keputusan hukum. Di samping itu, mereka harus sadar pula akan bahaya yang akan timbul akibat kesalahan yang dilakukan dalam masalah ini.

Kita sekarang menghadapi problem yang besar. Sejarah telah lama memendamnya sehingga kebenaran yang kita harapkan tertutup oleh fitnah-fitnah yang tak beralasan; dan pada akhirnya kebenaran menjadi kabur. Jika suatu kebenaran tak pernah diteliti dan dikaji dengan cermat untuk mengungkapkan wujud kebenaran itu, maka akibatnya jalan menuju arah kebenaran itu menjadi simpang siur dan tak tampak sebagaimana mestinya.

Sayyid Syarafuddin dalam salah satu bukunya menulis: “Siapa saja dengan teliti mengetahui pendirian kami — Syi’ah Imamiyah — tentang sahabat Nabi, maka ia pasti akan menemukan bahwa pendapat kami adalah satu-satunya pendapat netral dan tak berlebih-lebihan; pendapat yang tak terlalu negatif terhadap sahabat sebagaimana pendapat “KAMILIAH” dari kaum Ghulat yang menyamaratakan seluruh sahabat kafir. Pendapat kami juga tak seperti pendapat jumhur yang terlalu melampaui batas menganggap sahabat itu adalah orang-orang yang tak mungkin bersalah dan dapat dipercaya dalam segala hal. Misalnya: Sekelompok Ah-lus-Sunnah berpendapat bahwa setiap sahabat yaitu yang pernah mendengar sabda Nabi dan pernah melihatnya) secara mutlak adalah baik dan jujur. Tetapi kami — Syi’ah Imamiyah — berkeyakinan bahwa nilai kesa-habatan itu sendiri tidak menjadikan seseorang bebas dari dosa atau hukuman jika ia pernah berbuat salah. Persahabatan dengan Nabi Muhammad saaw adalah suatu kemuliaan tetapi tak menjadikan seorang sahabat memiliki kekebalan yang tak dimiliki oleh kaum muslimin yang lain.

“Di antara mereka ada yang dikenal sebagai seorang sahabat yang saleh dan adil… Sebaliknya di antara mereka juga terdapat orang-orang yang menyeleweng serta orang yang tak diketahui dengan jelas identitasnya. Adapun orang yang dikenal sebagai pemberontak (bughat) — terhadap pemimpin yang telah ditunjuk oleh wahyu dari Rasulullah saaw dan disahkan oleh para sahabat secara aklamasi serta menjadi saudara beliau, yaitu Ali bin Abi Thalib — adalah orang-orang yang jelas jahat perbuatan-nya, tak sepatutnya-dihormati dan hadis-hadis yang mereka riwayatkan tak dapat diterima.

Inilah sekelumit pendapat kalangan Syi’ah Imamiyah tentang para sahabat, pembawa hadis dan sunnah Nabi saaw, sebagaimana tertulis secara rinci di buku-buku ushul flqh mereka. Namun kalangan mayoritas Ahlus-Sunnah sebaliknya berlebih-lebihan dalam mengultuskan sahabat, sehingga akhirnya mereka keluar dari sikap objektif dan menjadikan hadis-hadis lemah atau yang belum bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya sebagai sandaran dan hujjah. Betapa kejamnya serangan mereka terhadap Syi’ah Imamiyah ketika mereka mengetahui bahwa Syi’ah tak menerima semua hadis yang diriwayatkan oleh sahabat yang terbukti melanggar syariat. Padahal orang-orang Syi’ah meneliti hadis-hadis tersebut secara selektif berdasarkan aturan-aturan yang terdapat dalam ilmu al-jarh wa al-ta’dil.

Bersambung.

2 thoughts on “Syi’ah Imamiyah Tertuduh Mengkafirkan Sahabat

  1. Jika sahabat yg kesehariannya memiliki kesempatan bertatap wajah dgn Rosululloh saja tidak maksum apalagi para imam yg sebagian besar bahkan hampir kesemuanya tidak pernah bertatap muka dgn Baginda Rosululloh? Saya pribadi tidak mendukung pendapat bahwa seluruh sahabat bersih tanpa cacat karena memang tidak kesemua sahabat memiliki pemahaman mendalam terhadap Al Quran maupun sabda Rosululloh. Dengan analogi itu bisa dipastikan bahwa kemaksuman imam yg syi’ah yakini bagi saya telah runtuh dgn sendirinya. Adapun begitu saya pribadi tidak menafikkan bahwa beliau2 adalah orang2 termashur baik akhlak maupun ilmu pemahaman agamanya. Termasuk jajaran manusia2 pilihan ALLOHU SWT untuk membimbing umat. Semoga ALLOHU SWT meridhoi serta merahmati mereka.

Leave a comment