Filsafat Spiritual dan Kebenaran Ilmiah


Pandangan sekilas kepada pertanyaan-pertanyaan filosofis yang fundamental, yang jawaban-jawabannya diberikan oleh filsafat-filsafat spiritual dan material, jelas menunjukkan bahwa wilayah-wilayah per-tikaian antara kedua pandangan tersebut sama sekali tak ada hubungan-nya dengan masalah eksperimental. Apa pun jawaban-jawaban terhadap masalah-masalah ilmu, tidak akan mempengaruhi bagaimana pertanya­an-pertanyaan filosofis ini dijawab. Sebagai contoh, menerima atau menolak teori ruang Euclid, menganut pandangan bahwa massa itu absolut atau relatif, atau teori mutasi dalam biologi, dan teori-teori lain yang saling bertentangan dalam berbagai bidang sains — semua ini tak berkata apa pun tentang apakah filsafat-filsafat materialistik atau spiri-tualistik yang benar; karena permasalahan dalam filsafat tidaklah sama dengan permasalahan ilmu-ilmu eksperimental, dan metode yang digunakan dalam kedua bidang itu sama sekali berbeda.

Dengan demikian, adalah salah untuk membayangkan bahwa hanya filsafat-filsafat materialistik yang menerima fakta-fakta ilmiah dan mendukung keabsahan hukum-hukum yang mengatur perubahan dan hubungan-hubungan gejala-gejala alam, sementara filsafat spiritual-istik menolaknya dan mengajukan teori penciptaan sebagai gantinya. Kaum materialis berpendapat bahwa teori penciptaan memiliki akarnya, di masa lampau yang jauh, dalam ketidaktahuan manusia akan penye-bab-penyebab fisis gejala alam. Karenanya, kini, ketika sistem sebab-akibat fisis telah ditemukan seluruhnya, sebagai hasil perkembangan dalam ilmu eksperimental, tak ada ruang lagi yang tersisa bagi gagasan-gagasan seperti penciptaan atau kebergantungan gejala-gejala alam pada kehendak Swig Pencipta.3)

Namun demikian, kita tahu. bahwa pertentangan antara pandang-an-pandangan spiritualis dan materialis bukanlah persoalan menolak atau menerima hubungan antara bermacam-macam gejala alam, hakikat liubungan tersebut, atau hukum-hukum yang membangun alam. Yang menjadi persoalan adalah apakah dunia material, terlepas dari apakah dunia itu telah diketahui atau belum berhasil diungkapkan, bergantung pada suatu Wujud yang mentjansendensikan materi atau tidak.

Adalah jelas bahwa jika kebergantungan seperti itu ada, bentuknya tidak akan seperti hubungan yang ada di antara benda-benda material; dan, karenanya, tak dapat dipelajari dengan metode eksperimental. Karena seperti juga Wujud nonmaterial (jika memang ada) tak dapat diketahui lewat pengalaman inderawi, kebergantungan gejala material kepadanya juga tak dapat dipelajari dengan peralatan-peralatan labora-torium. Untuk membuat ini menjadi lebih jelas, kita hams membicara-kan filsafat dan ilmu-ilmu eksperimental: perbedaan fundamental antara masalah-masalah yang mereka coba pecahkan dan metodologi yang dipakai.

Leave a comment